Selasa, 23 Januari 2018

SYEKH HAJI ABDUL MUTHOLIB DARI DESA MANYABAR (1874-1937)

 Makam Syekh ini terdapat di Desa Manyabar sekitar tiga kilometer dari Kota Panyabungan arah barat dan dapat ditempuh sekitar seperempat jam. Hidup sekitar tahun (1874-1937). Nama lengkapnya adalah Abdul Mutholib bin Japidodang lahir di desa ini, sejak kecil telah jadi piatu dan berbagai macam duka pun telah merundung beliau. Pada umur sepuluh tahun, beliau telah bekerja mencari nafkah sendiri dan bekerja sebagai seorang penggembala kerbau milik seorang kaya di daerah Mompang.
  Ditempatnya bekerja ini, beliau bekerja tidak sendrian. Disini juga terdapat seorang anak sebayanya dan yang menjadi sahabatnya kelak, mungkin karena memiliki kisah hidup yang sama. Namanya Jamaniangi yang berasal dari desa Siladang.
  Ketika beranjak umur dua belas tahun, beliau dibawa oleh abangnya yang bernama Abdul Latif ke tanah Deli. Ditempat ini juga ia bekerja seperti pekerjaannya semula, yakni memberi makan kuda majikannya. Ketika ekonomi abangnya membaik, merekapun berdagang kain ke kebun-kebun di tanah Deli.
  Dari hasil berdagang kain ini, mereka mendapat untung yang banyak dan pada umur tujuh belas tahun keduanya memutuskan untuk berangkat menunaikan Ibadah Haji ketanah suci Mekkah.
  Pada saat rombongan Haji pada tahun itu pulang ketanah air, beliau tidak turut abangnya dan memilih tinggal serta menuntut Ilmu Agama, setelah lama menetap di Mekkah dan kawin serta dikaruniai anak di Kota Mekkah.Pada tahun 1923, beliau sekeluarga pulang ketanah air dan menetap dikampung Manyabar Dikampung halamannya ini, mulailah ia diminta masyarakat sekitar untuk mengajar.
  Teringat dengan sahabatnya ketika bekerja sebagai penggembala kerbau, beliaupun pergi menjumpai sahabatnya tersebut. Sesampai dikampung tersebut, betapa prihatin dan tergugahnya beliau melihat kondisi sosial dan pelaksanaan Syariah Agama di Desa tersebut.
  Desa Siladang yang terletak diatas bantaran sungai Batanggadis, bantaran ini cukup curam sehingga menyulitkan masyarakat untuk sampai kesumber air tersebut. Jangankan untuk melaksanakan Syariah Ibadah untuk mendapatkan air untuk mandipun mereka kesusahan.
  Dengan memanjatkan do’a serta seizin Allah SWT, menggunakan tongkat yang dipakai beliau dipukulkan ketanah dan dari tanah tersebut keluarlah mata air seperti keluarnya keringat dari tubuh manusia dan kemudian menjelma menjadi sebuah kolam yang luasnya sekitar dua meter persegi. Oleh masyarakat setempat sumber air ini disebut dengan aek banir (Air yang keluar seperti keringat) dikemudian hari nama kampung inipun terkenal dengan nama Aek banir.
  Sampai sekarang sumber mata air yang terdapat di bantaran sungai Batanggadis ini masih ada dan dipergunakan masyarakat sebagai sumber mata air dalam kehidupan seharai-hari. Sebagai suatu sumber mata air, mata air ini juga terpengaruh dengan keadaan ini. Sehingga pada saat musim panas atau kemarau, jumlah air yang terdapat dikolam ini akan turun drastis, tetapi tidak sampai mengalami kekeringan.
  Sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas karunianya yang sangat besar ini, persis disebelah sumber mata air ini dibangunlah sebuah Mesjid yang sederhana sebagai tempat beribadah dan kegiatan keagamaan lainnya. Sekarang, Mesjid ini telah dibongkar dan dibangun dengan bangunan yang lebih permanent walaupun masih dalam tahap penyelesaian tetapi tidak mengurangi keindahan bentuknya dan menjadi Mesjid kebanggaan bagi masyarakat di desa ini.
  Suatu ketika pemerintah Propinsi Sumatera Utara membuat suatu proyek pengadaan air bersih bagi daerah terpencil seperti Siladang ini, alat-alat beratpun mulai dimasukkan kedaerah ini. Mulai dari mata bor, pipa-pipa berbagai inci. Pada suatu titik tertentu dilakukakanlah kegiatan pemboran pencarian sumber mata air bersih bagi penduduk setempat, sejak hari pertama dan hingga berbulan lamanya pengeboran dan pencarian sumber air yang dimaksud belum juga berhasil walaupun telah beberapa meter dalamnya dan akhirnya para pekerja meninggalkan lokasi tersebut begitu saja.
  Berdasarkan ilmu Geologi, Formasi batuan daerah Siladang ini terdiri dari batuan gamping. Batu gamping adalah sebagai suatu batuan yang mempunyai porositas tinggi, yang berarti batuan yang tidak mungkin menyimpan air tanah. Pada saat hujan turun, air masuk kedalam tanah dan selanjutnya mengalir terus ke sungai Batanggadis melalui pori-pori batuan gamping tersebut. Jadi secara geologis, keberadaan mata air ini tidak akan bertahan lama dan terus mengalir ke sungai Batanggadis.
  Begitu juga suatu ketika, beliau berpapasan dengan seorang Kuria (Raja) yang baru pulang dari Desa Siladang (Aek Banir) setelah selesai memungut pajak. Sebagai sesama manusia yang kebetulan berpapasan di tengah jalan, beliaupun menyapa Raja ini, dasar seorang Raja merasa orang hebat hanya menjawabnya dengan jawaban yang sangat sinis.
  Setelah Raja sampai dan akan menyetorkan hasil pajak tersebut pada Kolonial Belanda ternyata seluruh isinya telah kosong. Teringat dengan kejadian yang barusan dilaluinya dengan jawaban yang kurang sopan pada seseorang yang alim, Rajapun meminta ma’af kepada beliau.
  Pada tahun 1937, saat itu beliau berumur 90 tahun. Beliaupun dipanggil Yang Maha Kuasa kesisi Nya. Semoga Ilahi Rabbi melimpahi curahan Rahmat dan Taufiq kepada Syekh Haji Abdul Mutholib, Amin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons